Bandung.Swara
Jabbar.
Indonesia
sudah lama dikenal sebagai Negara Maritim, yang memiliki potensi Kelautan
dan Perikanan sangat luar biasa. Namun, kenapa sampai kini, kita masih
melakukan infor Tepung Ikan dan Ikan Asin. Hal ini memang cukup
ironis. Untuk itu, kini sudah saatnya kita harus bangkit
menggali dan memanfaatkan segala potensi kelautan dan perikan yang ada dengan
tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup. Serta turut mendukung meningkatkan
tarap hidup para nelayan.
Menurut Sekretaris Fraksi PDIP DPRD Jabar Yunandar
Eka Prawira, mengatakan memang cukup Ironis sekali, ternyata 80 tepung ikan
yang beredar di Indonesia berasal dari Negara Thailand an Jepang,
termasuk juga Ikan Asin. Padahal kita memeliki kekayaan kelautan dan
perikanan sangat luar biasa besarnya. Untuk itu, kebijakan yang
diterapkan Presiden Jokowi untuk membangkitkan sector kemaritiman sudah sangat
tepat.
Provinsi Jawa Barat juga memilliki potensi keluatan dan
perikan sangat besar, namun nasib kehidupan para nelayan baik yang ada di
pesisir Jabar Selatan dan Utara, masih jauh dari tingkat kesejahteraan. Untuk
itu, DPRD Jabar berinisiatif mendorong pembentukan peraturan daerah (
Perda) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, kata Yunandar
Eka Prawira yang juga Ketua Pansus III kepada Wartawan beberapa waktu lalu.
Dikatakan, Tujuan Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan
Nelayan ini, salah satu tujuannya yaitu untuk menambah nilai tukar nelayan
(NTN), selama ini para nelayan itu penghasilannya bergantung hasil tangkapan
yang dilelangkan, yang harganya ditentukan pasar bukan oleh nelayan. Jadi kalau
ditanya berapa penghasilan yang layak bagi para Nelayan, untuk saat ini
terpaksa kita samakan sesuai dengan UMK di daerah masing-masing.
Untuk itu, kita mendorong para nelayan ini, dapat
memanfaatkan teknologi sehingga paham harga pasaran jual ikan. Salah
satunya dengan cara pusat data nelayan secara online walaupun hanya menggunakan
HP Android biasa.
Selain itu, kedepan dewan akan mendorong Pemprov untuk
dapat membantu para kelompok nelayan atau menggaet investor untuk mendirikan
pabrik pembuatan Tepung Ikan, sehingga bila nelayan memiliki hasil
tangkapan yang berlebih harga jual ikan tetap stabil dan ikan yang tidak
terjual dapat diolah menjadi tepung ikan, sehingga nelayan tidak merugi,
ujarnya.
Sementara itu, terkait perkembangan pembahasan dan
penyusunan Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Yunandar
mengatakan, Pansus sudah berkonsultasi ke Kemendagri melalui Dirjen
Produk Hukum Daerah.
Dalam arahan Direktur Dirjen Produk Hukum Daerah,
Kurniasih mengatakan, bahwa sejak diberlakukannya UU No 23 tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, maka semua produk hukum daerah harus berdasarkan
UU No 23/2014. Sebelum dibuat dan disusun Perda harus
dikonsultasikan dan setelah di sahkan dalam paripurna DPRD harus dilaporkan
lagi ke Dirjen Produk Hukum Daerah untuk diberikan Nomor Registrasi.
Ibu Dirjen Kurniasih menyarankan agar Raperda yang disusun
cakupannya lebih luas, sesuai dengan yang termaktum dalam UU No 23/2014,
Karena dalam UU 23/ 2014 sudah dijelaskan antara kewenangan Pusat,
Provinsi dan Kabupaten/kota. Setelah itu baru mengacu pada
perundangan-undangan terkait sesuai dengan sektornya yaitu UU tentang Kelautan
dan Perikanan. Bahkan disarankan juga agar Provinsi dapat membantu daerah
asalkan kewajibanya terlebih dahulu terpenuhi, baru dapat mendukung Kebutuhan
Kabupaten/kota, ujar Yunandar menirukan perkataan ibu Dirjen Kurniash.
Sedangkan terkait penting tidaknya study banding
dalam menyusun raperda perlindungan nelayan, Yunandar mengatakan, sebenarnya
tidak teralu urgen melakukan study Banding ke daerah/ provinsi lain dalam
membuat Perda, apalagi saat ini semua kebutuhan bahan cukup kita download
situs/ web. Justru yang paling penting adalah soal implentasinya. Apakah
setelah disahkan dan diimplentasikan Perda tersebut mengalami suatu
kendala. Kalau ada kendala, tentunya perlu dikaji, sehingga Perda yang
akan kita muat nanti jangan sampai terjadi hal yang sama.
Selain itu yang perlu digaris bawahi, terkait penyusunan
Perda Perlindungan Nelayan, bahwa kondisi dan Pola kehidupan Nelayan di
pesisir Jabar Selatan dan Utara tidak sama dengan provinsi lain, seperti
nelayan Makasar dan Kaltim, atau Sumatera. Jadi tidak mungkin kita adopsi
begitu saja, ujarnya.
Untul itu, kita di Pansus, berupaya mengangkat muatan
local untuk kepentingan nelayan Jabar, berdasarkan saran dan masukan dari
para pakar, akademisi, para nelayan, konsideran, Dinas Kelautan dan Perikanan
Jabar, termasuk juga kita masukan soal sanksi hukum.
“Alahamdulillah, sampai memasuki minggu ke tiga ini, pansus
berjalan lancer, dan semoga dapat selesai on schedule, dan bermanfaat bagi para
nelayan Jabar, tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar